Jumat, 27 Februari 2009

Seandainya Anda Ikhlas



Guna memajukan dan menumbuhkembangkan kesenian Bali khususnya ’Seni Tabuh’ di kalangan anak-anak, disamping tetap berpegang teguh pada prinsip dasar yaitu mengabdi pada seni, sosial, budaya dan adat istiadat, kami juga ingin memberi motivasi komersial dengan mengajak mereka pentas di depan publik.

Harapan kami dari kegiatan ini adalah untuk memacu mereka berlatih dan berkarya lebih giat sehingga waktu luang yang mereka miliki di luar waktu sekolah tidak terbuang percuma untuk kegiatan yang merugikan dan tidak bermanfaat, baik bagi dirinya, bagi lingkungan dan masyarakat.
Tentu tujuan ini bukan dimaksudkan sebagai jual beli kesenian, melainkan menumbuhkan kesadaran untuk menghargai nilai kesenian itu sendiri dalam keseimbangan spiritual dan material. Spirit berkesenian yang potensial dalam diri anak-anak membutuhkan materi untuk mengasah dan membinanya menjadi karya nyata dan berarti.

Berkenaan dengan maksud tersebut, kami sangat mengharapkan kerjasama semua pihak dan para dermawan untuk memberikan kesempatan bagi Sekaa Gong Kebyar Anak-Anak kami untuk pentas dan tampil disegala kesempatan yang ada. Kesempatan yang diberikan akan sangat berarti dalam pengembangan dan pelestarian seni budaya Bali khususnya Seni Tabuh dan Tari bagi kelompok kami khususnya dan bagi Bali umumnya.

Hormat kami,
I Ketut Jambenegara

Kamis, 26 Februari 2009

Gamelan in Balinese Life




Gamelan in Balinese life has many essential functions; the gamelan’s primary function is to assist in the myriad of ceremonies required during each 210-day cycle of the Balinese Pawukon cycle, as well as those involved with the lunar calendar. These activities range from private family observances such as weddings Weddings-Private-Estates or the dedication to new buildings to massive, village-wide temple ceremonies. The musicians must be able to play at any hour or night or both, as demanded by the ceremony in progress. They may accompany a priest in his devotion, or they may accompany entertainments, such as temple dances. Tourism creates the secondary function of any gamelan that is entertaining Bali’s visitors. There is no such thing as professional musician in Bali. The gamelan players are rice farmers or village artisans or work at some sort of job – they are musician during their time off. A marching band that must accompany any religious procession is performed from a small group within the main gamelan, consisting of the percussion and gong players. Nearly every ceremony calls for a procession somewhere, often more than one. The cremation procession, the hallmark of Balinese ceremony, one of most often seen by the visitor to Bali, is accompanied by the Balaganjur marching gamelan as it follows the bearers of the bade ( decorated sarcophagus tower) to the cremation ground or accompanies the ashes of the deceased to the sea, to be thrown therein so that the soul can be released. The music is nothing like a dirge.The sound of gamelan accompanies the daily life of Balinese from dawn until late at night. Early in the morning, the sound of gender gamelan that accompanies the morning prayer (Tri Sandya) will fill the air through the big loudspeakers installed in every Bale Banjar (public hall). In the afternoon, the sound of gamelan from various ceremonies held by the Balinese is the dominant sound of the day. Early in the evening until late at night, the hypnotic sound from gamelan’s rehearsal will accompany the Balinese enjoying their lovely evening and be a good “going to bed” music.The gamelan is generally owned by a village neighborhood organization called banjar. Though many temples or brahmana family also own a small set of gamelan, played for ceremonial purpose only. Usually a club that desires to play forms within a banjar, a group of instrument is obtained, if there is none, and a teacher or a good leader is chosen to see all the required music is perfected and memorized. This is accomplished through endless rehearsal, often several times a week. Music is not written down in Bali. Nothing in a gamelan play is spontaneous or improvised. Everything is always performed in the same way one a piece is committed to memory. There is no variation. New pieces, yes- many. But once a new piece is learned it is always played the same way.A banjar gamelan club may break up, however, leaving a gamelan, unused, to fall into terrible disrepair. The trend, to one might imagine, would be for the form to disappear. But gamelans are extremely competitive, and most groups actively seek to improve their skills and maintain their equipment. This competitiveness is actively fostered by the Indonesian government, which sponsors yearly festivals or competitions in which groups or individuals compete to be best or among the top three winners. The rapid growth of female gamelan club also bring a new breath in gamelan club activities and competition in Bali. In every gamelan competition, the female gamelan category is always full with competitors.

Taken from : Parisada's Website, posted by Jambenegara

Seni adalah jalan Yoga





Bagi Masyarakat Bali, khususnya Desa Kerobokan Kabupaten Badung, tarian dan gamelan tidak dapat dilepaskan dari keseharian mereka. Tarian dan gamelan adalah sebagai wahana bagi mereka untuk mengekpresikan rasa keberagamaan mereka yang sekaligus dijadikan sebagai sebuah persembahan manakala mengiringi berbagai doa pada sebuah ritual yadnya. Sehingga banyak orang berdecak kagum akan keseharian ini yang tentunya diyakini bahwa tarian sebagai salah satu yoga semadi dalam jalan penyatuan diri kepadaNya.


Demikian, I Ketut Jambe Negara, Banjar Jambe Kerobokan

Alit Jambe (Jambe Junior)




Sekilas Tentang Sekaa Gong Kebyar Anak-Anak
“Alit Jambe (Jambe Junior)”

Latar Belakang:
Dalam kemajuan teknologi & modernisasi yang sangat pesat, telah dirintis usaha untuk melestarikan seni budaya tradisional Bali . Salah satunya adalah dengan memperkenalkan dan membina seni sejak dini kepada generasi muda terutama anak-anak sehingga mereka tidak bermain diluar norma-norma kehidupan anak-anak. Dengan pembinaan ini mereka bisa mencintai budayanya sendiri. Karena kepada merekalah kita berharap demi tetap ajegnya budaya yang tentunya akan menopang agama itu sendiri.

Seiring dengan keinginan untuk melestarikan serta mengembangkan seni budaya ini khususnya seni tabuh (gamelan) gong kebyar, diperlukan suatu wadah khusus untuk menampung kreativitas anak-anak tersebut. Maka terbentuklah sebuah Sekaa Gong Kebyar Anak-Anak pada tahun 2004 dengan nama “Sekaa Gong Anak-Anak Alit Jambe” atau dikenal dengan sebutan “Jambe Junior”. Dengan alamat di Banjar Jambe, Kerobokan Kaja, Kuta Utara. Terbentuknya Alit Jambe adalah terinspirasi oleh NaGi (Nada Gita). Sehingga Alit Jambe adalah bagaikan satu kesatuan dengan NaGi (Nada Gita).
Dalam perkembangannya dididik pula seniman – seniman muda dibidang seni tari. Sejak berdiri hingga kini, anak-anak yang sebagian besar masih duduk dibangku Sekolah Dasar dan sebagian besar umur mereka kurang dari 15tahun sangat berantusias mempelajari seni tabuh dan tari.

Tujuan dibentuknya Sekaa Gong Kebyar Anak-Anak Alit Jambe (Jambe Junior):
1.Sebagai upaya untuk melestarikan seni, khususnya seni tabuh gong kebyar, termasuk seni tabuh yang mulai memudar dan seni tari klasik dan kreasi.
2.Tempat pendidikan bagi para generasi penerus, sehingga mereka mencintai budayanya sendiri, termasuk pendidikan berorganisasi.

Prestasi
Dengan keuletan dan kerja keras dalam latihan, Sekaa Gong Kebyar Anak-Anak Alit Jambe mendapat kehormatan sebagai Duta Kecamatan Kuta Utara dalam Festival Gong Kebyar Anak-Anak se Kabupaten Badung tahun 2005 dan meraih Juara II. Sejak saat itu beberapa penabuh Sekaa Gong Anak-Anak Alit Jambe sering dipercaya untuk memperkuat sekaa gong anak-anak yang lainnya diwilayah Kecamatan Kuta Utara.
2006:Ikut memperkuat Sekaa Gong Anak-Anak SMP1 Kuta Utara dalam Festival Gong Kebyar Anak-Anak se Kabupaten Badung dan meraih Juara III.
2007:Ikut memperkuat Sekaa Gong Anak-Anak Sanggar Kembang Anyar Kerobokan dalam Festival Gong Kebyar Anak-Anak se Kabupaten Badung dan meraih Juara I.
2008:Ikut memperkuat Sekaa Gong Anak-Anak Dharma Kanti, Br Petingan, Kerobokan Kaja,Kuta Utara.
2008:Ikut memperkuat lagi sebagai Duta Kabupaten Badung dalam Parade Gong Kebyar Anak-Anak 2008, Pesta Kesenian Bali ke 30 (Art Center 2008).

Tabuh/Gamelan Yang Bisa Dimainkan:
Tabuh/Gamelan Petegak:
1.Tabuh Pisan Lelambatan
2.Tabuh Dua Lelambatan
3.Tabuh Telu Lelambatan
4.Tabuh Pat Lelambatan
5.Tabud Kreasi Baru
6.Dan Lain-Lain

Tabuh/Gamelan Pengiring Tarian:
Tari Klasik, Panyembrama, Oleg Tamulilingan, Legong Kraton, Jauk Manis
Wiranata, Tenun, Baris Tunggal, Margapati, Panji Semirang, Kebyar Duduk, Topeng Tua,
Topeng Keras, Dan Lain-Lain

Tari Kreasi Baru
Puspanjali, Puspawresti, Manuk Rawa, Cendrawasih, Tari Tani, Joged

Jenis Gamelan Lain Yang Bisa Dimainkan:
Rindik, Gender, Baleganjur

Kepengurusan:
1.Ketua : I Putu Eka Nopianta
2.Wakil Ketua : I Putu Arya Deva Suryanegara
3.Pembina : I Wayan Budiarta & I Wayan Ardana SSn.
4.Asisten Pembina : I Nyoman Suardika & I Made Bayu Suyasa

Keanggotaan:
Sekaa Gong Kebyar Anak-Anak ini didukung oleh 35 Penabuh

Target Di Masa Kini dan Di Masa Depan:
Dapat melahirkan seniman-seniman tabuh yang berkualitas, ber-estetika, berlogika dan tetap penuh pengabdian terhadap seni, baik untuk upacara, adat istiadat dan sosial.
Dapat mengembangkan karya-karya seni untuk masa yang akan datang sesuai perkembangan jaman dan sesuai kaidah bangsa.
Secara komersial dapat memberikan nilai ekonomis kepada penabuh itu sendiri dan Bali pada umumnya dalam memperkaya keragaman pesona pariwiata Bali .

Demikian : I Ketut Jambe Negara

Rabu, 25 Februari 2009

Launching of NAGI, Nada Gita




NAGI adalah sebuah kumpulan para seniman tabuh yang berlokasi di Banjar Jambe Kerobokan Badung Bali. We of course made this troops for our dedication to Culture of Bali especially Gong. That is why we called this troop as NAGI abreviation from Nada Gita.

Thank you
Jambe Negara